Senin, 30 Maret 2015

8 Kasus Besar Yang Masih Menjadi Misteri Di Indonesia

8 Kasus Besar Yang Masih Menjadi Misteri Di Indonesia


Tdk cuma di luar negeri terjadi kasus org hilang atau pun peristiwa yang tetap menjadi misteri baik itu motif, atau pun siapa pelaku atas beragam kasus yang menjadi misteri dan tdk terpecahkan (sengaja ditutupi) sampai kini.

Berikut ini merupakan kasus-kasus besar yg sampai kini tetap masih menjadi misteri di Indonesia & belum tuntas penyelesaiannya baik secara hukum maupun keberadaan fisik ataupun siapa pelaku sebenarnya.


1. Kasus Sum Kuning (1970)

 sum-kuning

Ini ialah kasus getir dan pahit dari seorang cewe muda bernama Sumarijem seorang perempuan muda dari kelas bawah seorang penjual telur dari Godean Yogyakarta yg (maaf) diperkosa oleh segerombolan anak pejabat dan orang terpandang di kota Yogyakarta kala itu. Kasus ini merebak menjadi berita besar ketika pihak penegak hukum terkesan mengalami kesulitan utk membongkar kasusnya sampai tuntas. Pertama-tama Sum Kuning disuap agar tdk melaporkan kasus ini kepada polisi. Belakangan oleh polisi tuduhan Sum Kuning dinyatakan sebagai dusta. Seorang pedagang bakso keliling dijadikan kambing hitam dan dipaksa mengaku sebagai pelakunya.

Tanggal 18 September 1970 Sumarijem yang ketika tersebut berusia 18 tahun tengah menanti bus di pinggir jalan serta tiba-tiba diseret masuk kedalam sebuah mobil oleh beberapa pria, di dalam mobil Sumarijem (Sum Kuning) diberi bius (Eter) hingga tidak sadarkan diri, Ia dibawa ke sebuah rumah di daerah Klaten serta diperkosa bergilir hingga tdk sadarkan diri.

Kasus ini cukup pelik karna menurut Jendral Pur Hoegeng mantan Kapolri bahwa para pelaku pemerkosaan adalah anak-anak pejabat serta salah seorang diantaranya ialah anak seorang pahlawan revolusi (Hoegeng-Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa, penerbit Bentang).

Dalam bukunya juga disebutkan bahwa Sum Kuning ditinggalkan di tepi jalan, Perempuan malang ini pun melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu.

Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita yg berbeda dari versi sebelumnya. Dia diancam akn disetrum bila gak ingin menurut. Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh perempuan malang itu. Lantaran melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani. Saat tersebut memang masa-masanya pemerintah Soeharto gencar menangkapi anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani. Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini tertutup untuk wartawan. Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan, Trimo menolak mentah-mentah. Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan & satu tahun percobaan. Tetapi majelis hakim menolak tuntutan itu. Dlm putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tidak terbukti memberikan keterangan palsu. Lantaran itu Sum harus dibebaskan. Dlm putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum selama ditahan polisi. Dianiaya, tdk diberi obat ketika sakit dan dipaksa mengakui berhubungan badan dgn Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.

Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Satu Hari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yg memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning. ”Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yg Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kami tindak,” tegas Hoegeng. Hoegeng membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini. Namanya ‘Tim Pemeriksa Sum Kuning’, dibentuk Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju. Sejumlah pejabat polisi serta Yogyakarta yg anaknya disebut terlibat, membantah lewat media massa. Belakangan Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dlm pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Tim pemeriksa Pusat Kopkamtib. Hal ini dinilai luar biasa. Kopkamtib merupakan lembaga negara yg menangani masalah politik luar biasa. Masalah keamanan yg dianggap membahayakan negara. Kenapa kasus perkosaan ini hingga ditangani Kopkamtib??

Dalam kasus persidangan perkosaan Sum, polisi setelah itu mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang. Semuanya anak org biasa, bukan anak penggede alias pejabat negara. Para terdakwa pemerkosa Sum membantah keras mengerjakan pemerkosaan ini. Mereka bersumpah rela mati jika benar memerkosa.

Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.

Tanggal 02 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini. Sum sendiri setelah itu bekerja di Rumah Sakit Tentara di Semarang. Dia setelah itu menikah dengan seorang pria yang sudah dikenalnya ketika masih dirawat.

Tapi siapakah pelaku pemerkosaan sebenarnya dari Sum Kuning masih menjadi tanda tanya besar hingga saat ini, sebab baik Sum Kuning tetap pada pendiriannya bahwa pemerkosanya merupakan sekumpulan anak pejabat maupun Sepuluh pemuda anak orang biasa yg diajukan ke pengadilan serta membantah habis-habisan tuduhan yang diajukan kepada mereka dan dijadikan sebagai kambing hitam utk menutupi para pelaku sebenarnya.


2. Menghilangnya 13 Aktifis menjelang Reformasi

 aktivis-hilang

Menjelang Reformasi di tahun 1998 ada sekitar 13 org aktivis yg diculik paksa oleh militer & hingga kini keberadaan mereka masih menjadi misteri, jika mereka telah meninggal, di manakah mereka dikuburkan dan alasan apa yg menyebabkan sehingga militer menculik ke-13 org aktivis ini. Mereka ialah Yanni Afri, Sonny, Herman Hendrawan, Dedy Umar, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Ucok Munandar Siahaan, Petrus Bima Anugerah, Widji Tukul, Hendra Hambali, Yadin Muhidin serta Abdun Nasser.

Pasukan Kopassus dari tim mawar dianggap bertanggung jawab atas peristiwa menghilangnya ke-13 aktivis tersebut dmn ada 24 orang yang diculik namun 9 orang berhasil bebas yakni Aan Rusdiyanto, Andi Arief, Desmon J Mahesa, Faisol Reza, Haryanto Taslam, Mugiyanto, Nezar Patria, Pius Lustrilanang & Raharja Waluya Jati.

Sementara 1 orang lagi yakni Leonardus Nugroho (Gilang) yg sempat dinyatakan hilang lalu 3 hari setelah itu ditemukan telah meninggal dunia di Magetan dengan luka tembak di kepalanya.

Karena kasus ini sempat membuat heboh di tahun 1998 dan atas desakan beragam pihak di dalam maupun luar negeri, pada tanggal 3 Agustus 1998, Panglima ABRI ketika itu, Jend. Wiranto membentuk Dewan Kehormatan Perwira yg diketuai oleh Jend. TNI Soebagyo HS yg saat itu menjabat sebagai KSAD serta wakil ketua terdiri dari Let Jen. TNI Fahrur Razi (Kasum ABRI), Let Jen. Yusuf Kartanegara (Irjen Dephankam) dan anggota yang terdiri dari : Let Jen Soesilo Bambang Yudhoyono yg kini menjadi Presiden RI (Kassospol ABRI), Let Jen Agum Gumelar (Gubernur Lemhanas), Let Jen Djamiri Chaniago (Pangkostrad) dan Laksdya Achmad Sutjipto (Danjen AKABRI).

Pada tanggal 24 Agustus 1998 Letnan Jendral Prabowo Subianto selaku Panglima Komando Cadangan Strategis (Pangkostrad) diberhentikan dari dinas kemiliteran.

Menindaklanjuti keputusan dari Menteri Pertahanan/Panglima ABRI Jendral Wiranto, dilakukan penyelidikan oleh PUSPOM ABRI dan selanjutnya diketahui bahwa tim mawar dari Kopassus diduga bertanggung jawab terhadap kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis 1998 tersebut.

11 anggota Kopassus diadili secara militer namun KONTRAS dlm siaran pers nya menyebutkan : ”Proses peradilan terhadap 11 anggota Kopassus terdakwa penculikan tersebut gak lebih hanya sebuah rekayasa hukum untuk memutus pertanggung jawaban Letnan Jendral Prabowo Subianto yang sebenarnya paling bertanggung jawab atas operasi ini. Hal tersebut jelas bertolak belakang dgn hasil pemeriksaan DKP yang membuktikan bahwa Letjen Prabowo lah yang bertanggung jawab atas penculikan itu, karna itulah akhirnya ia dipensiunkan. Jadi secara keseluruhan kita berkesimpulan bahwa persidangan itu gak lebih dari sebuah pertunjukan dagelan yg tak lucu. Oleh sebab tersebut Kontras bersama keluarga korban tetap menuntut Letjen Prabowo Subianto, Mayjen Muchdi PR dan Kolonel Chairawan segera diseret ke pengadilan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus penculikan ini” Pembacaan putusan pengadilan Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II Jakarta dgn nomor perkara PUT. 25 – 16 Per K- AD / MMT – II/ IV/ 1999. Isi dari keputusan pengadilan menyatakan:

No Nama Terdakwa Vonis Per Hukuman :

1 Mayor (Inf) Bambang Kristiono 22 bulan / dipecat, 2 Kapten (Inf) F.S Multhazar 20 bulan / dipecat, 3 Kapten (Inf) Nugroho Sulistyo 20 bulan Per dipecat, 4 Kapten (Inf) Yulius Stevanus 20 bulan / dipecat, 5 Kapten (Inf) Untung Budi Harto 20 bulan Per dipecat, 6 Kapten (Inf) Dadang Hendra Yuda 16 bulan Per dipecat, 7 Kapten (Inf) Djaka Budi Utama 16 bulan / dipecat, 8 Kapten (Inf) Fauka Noor Farid 16 bulan / dipecat, 9 Sersan Kepala Sunaryo 12 bulan Per dipecat, Sepuluh Sersan Kepala Sigit Sugianto 12 bulan Per dipecat, 11 Sersan Satu Sukadi 12 bulan Per dipecat.

Namun proses pengadilan itu tetap saja tak memberikan kepastian dimanakah mereka menahan para aktivis itu dan bila sudah meninggal dimanakah mereka menguburkan atau membuang mayat ke-13 aktivis yang hilang tersebut.


3. Penembak Misterius (Petrus) 1982-1985

 petrus-penembak misterius

Petrus atau juga dikenal sebagai operasi clurit dianggap oleh banyak org sebagai sebuah operasi rahasia dimasa pemerintahan Orde Baru utk menghabisi para Gali (Gabungan anak liar) dan Preman yang dianggap meresahkan dan mengganggu keamanan dan ketentraman warga kala itu.

Hingga kini para pelaku Petrus tdk pernah tertangkap & gak jelas siapa pelakunya.

Kemungkinan besar adanya operasi ini lantaran instruksi dari Presiden Soeharto di tahun 1982 saat memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Anton Soedjarwo atas keberhasilannya membongkar kasus perampokan yang meresahkan masyarakat, lalu ditahun yang sama Soeharto kembali meminta Polisi & ABRI dihadapan RAPIM ABRI utk mengambil langkah pemberantasan yang efektif dlm menekan angka kriminalitas. Karna permintaan atau perintah Soeharto disampaikan pada acara kenegaraan yang istimewa, sambutan yg dilaksanakan oleh petinggi aparat keamanan pun sangat serius. Permintaan Soeharto tersebut sontak disambut oleh Pangkopkamtib Laksamana Soedomo melalui rapat koordinasi bersama Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya & Wagub DKI Jakarta yang berlangsung di Markas Kodam Metro Jaya 19 Januari 1983. Dlm rapat yang membahas tentang keamanan di ibukota itu kemudian diputuskan untuk melaksanakan operasi utk menumpas kejahatan bersandi Operasi Celurit di Jakarta & sekitarnya. Operasi Celurit tersebut selanjutnya diikuti oleh Polri/ABRI di masing-masing kota serta provinsi lainnya. Para korban Operasi Celurit pun mulai berjatuhan.

Petrus pada awalnya beraksi secara rahasia namun lambat laun aksi mereka seperti sebuah teror menakutkan bagi para bromocorah dan preman di kota-kota besar,  pada tahun 1983 berhasil menumbangkan 532 orang yang dituduh sebagai pelaku kriminal. Dari semua korban yang terbunuh, 367 org di antaranya tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 korban Petrus (Penembak Misterius) yang tewas sebanyak 107 orang, tetapi cuma 15 orang yang tewas oleh tembakan. Sementara tahun 1985, tercatat 74 korban Petrus (Penembak Misterius) tewas & 28 di antaranya tewas karna tembakan. Secara umum para korban Petrus saat ditemukan dalam kondisi tangan & leher terikat. Kebanyakan korban dimasukkan ke dlm karung serta ditinggal di tepi jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, hutan-hutan, dan kebun. Yg pasti pelaku Petrus terkesan tak ingin bersusah-susah membuang korbannya karena bila tidak sulit ditemukan efek shock therapy yang disampaikan akan lebih efektif. Sedangkan pola pengambilan para korban kebanyakan diculik oleh org tidak dikenal atau dijemput aparat keamanan. Akibat berita yang demikian gencar mengenai Petrus yang berhasil membereskan ratusan penjahat, para petinggi negara pun akhirnya berkomentar. Saat berita serupa hampir tiap hari muncul di seantero Jakarta serta massa mulai membicarakan masalah penembakan misterius, Benny Moerdani sebagai Panglima Kopkamtib seusai menghadap Presiden Soeharto lalu memberi pernyataan kepada pers bahwa penembakan gelap yg terjadi mungkin timbul akibat perkelahiaan antar geng bandit. “Seiauh ini blm pernah ada perintah tembak di tempat bagi peniahat yang ditangkap” tanggapan Benny. & gak ada seorang pun wartawan yang ketika tersebut berani melaniutkan pertanyaan kepada jenderal yg dikenal sangat tegas & garang itu.

Kepala Bakin ketika itu, Yoga Soegama juga memberikan pernyataan yang bernada enteng bahwa warga tdk perlu mempersoalkan para penjahat yg mati secara misterius. Tapi pernyataan yg dilontarkan mantan Wapres H. Adam Malik justru bertolak belakang sehingga membuat kasus penembakan misterius tetap merupakan peristiwa serius dan mesti diperhatikan oleh pemerintah RI yang selalu menjunjung tinggi hukum. “Jangan mentang-mentang penjahat dekil langsung ditembak, jika perlu diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi mati. Jadi syarat sebagai negara hukum telah terpenuhi,” kecam Adam Malik sambil menekankan, “Setiap usaha yg bertentangan dengan hukum akn membawa negara ini pada kehancuran.”

Tindakan tegas para Penembak Misterius (Petrus) pada akhirnya memang menyulut pro serta kontra. Pendapat yg pro, Petrus pantas diterapkan kepada target yang memang jelas-jelas penjahat. Sebaliknya tanggapan yg kontra menyatakan keberatannya jika sasaran Petrus hanya penjahat kelas teri atau mereka yang cuma memiliki tato tapi bukan penjahat beneran. Pendapat atau komentar yang cukup kontroversial merupakan yg dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Belanda, Hans van den Broek, yang secara kebetulan sedang berkunjung ke Jakarta pada awal Januari tahun 1984. Setelah bertemu dengan Menlu Mochtar Kusumaatmadja, Broek secara mengejutkan berharap bahwa pembunuhan yg sudah memakan korban jiwa sebanyak 3.000 orang tersebut pada waktu mendatang diakhiri dan Indonesia jg diharapkan dapat melaksanakan konstitusi dgn tertib hukum. Menlu Mochtar sendiri menjawab bahwa peristiwa pembunuhan misterius tersebut terjadi akibat meningkatnya angka kejahatan yg mendekati tingkat terorisme sehingga masyarakat merasa tak aman serta main hakim sendiri.

Atas pernyataan Menlu Belanda itu, Benny yg merasa kebakaran jenggot sekali lagi hrs tampil utk meluruskan tuduhan tadi. Ia kembali menegaskan bahwa pembunuhan yang terjadi lantaran perkelahian antar geng. “Ada orang-orang yang mati dengan luka peluru, tapi tersebut akibat melawan petugas. Yg berbuat tersebut bukan pemerintah. Pembunuhan itu bukan kebijaksanaan pemerintah,” tegasnya. Namun persoalan penembakan tersebut akhirnya tak lagi misterius meskipun para pelakunya hingga ketika ini tetap misterius serta gak terungkap. http://modernlivingroom.org/design/living-room-candidate/

Beberapa tahun kemudian Presiden Soeharto justru memberikan uraian tentang latar belakang permasalahannya dimana ia memaparkan tindakan keamanan tersebut memang terpaksa dilakukan sesudah aksi kejahatan yang terjadi di kota-kota besar Indonesia semakin brutal dan makin meluas. Seperti tertulis dlm bukunya Benny Moerdani hal 512-513 Pak Harto berujar : “Dengan sendirinya kami hrs mengadakan treatment therapy, tindakan yg tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya harus dengan kekerasan. Tetapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor-dor! Begitu saja. Bukan! Tetapi yg melawan, ya ingin tdk kepingin hrs ditembak. Karena melawan, maka mereka ditembak. Lalu ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Tersebut utk shock therapy, terapi goncangan. Supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak & mengatasinya. Tindakan tersebut dilakukan supaya dapat menumpas semua kejahatan yang sudah melampui batas perikemanusiaan. Maka kemudian redalah kejahatan-kejahatan yg menjijikkan itu”.

Namun bila para petinggi militer maupun presiden sendiri menyatakan bahwa penembakan terhadap para preman karena melawan ketika hendak ditangkap bagaimana Moerdani memaparkan para korban Penembakan Misterius yang ditemukan dalam goni-goni dengan tangan terikat atau yg dihanyutkan di sungai? atas koordinasi siapakah para Penembak Misterius tersebut menjalankan perintah?


4. Kasus Kematian Peragawati Terkenal Dietje

 pak de serta dietje

Diera tahun 1980an ada seorang peragawati ternama yg cantik bernama Dietje yg bernama lengkap Dietje (Dice) Budimulyono/Dice Budiarsih, ia tewas dibunuh dengan tembakan berulang kali oleh seorang yg ahli dalam menembak setelah itu mayat nya dibuang disebuah kebun karet dibilangan kalibata yg sekarang menjadi komplek perumahan DPR. Setelah kasus itu marak di media massa, Polisi akhirnya menangkap seorang tua renta yang nama aslinya tdk diketahui & cuma dikenal dgn panggilan Pakde dikenal juga sebagai Muhammad Siradjudin, konon ia adalah seorang dukun. Yang entah dgn alasan dan motif apa yang ngga jelas ia dianggap sebagai pembunuh Dietje. Bagi Polis Motif ngga begitu penting karna Polisi mengungkapkan bahwa “katanya” mereka “Memiliki bukti yang kuat”.

Pak De membantah sebagai pembunuh Ditje seperti yang tercantum dalam BAP yang dibuat polisi. Pengakuan itu, menurut Pak De dibuat lantaran tak tahan disiksa polisi termasuk anaknya yg menderita patah rahang. Saat itu, Pak De mengajukan alibi bahwa Senin malam ketika pembunuhan terjadi, dia berada di rumah bersama sejumlah rekannya. Saksi-saksi yg meringankan untuk memperkuat alibi ketika itu juga hadir di pengadilan. Namun, saksi & alibi yg meringankan itu gak dihiraukan majelis hakim.

Akhirnya Pakde dijatuhi hukuman penjara seumur hidup namun publik ketika itu telah mengetahui rumor bahwa Dietje menjalin hubungan asmara dengan menantu dari orang paling berkuasa di Indonesia ketika itu. & tentu saja kasus seperti ini gak akn pernah terungkap dgn benar. Karna pemilik info satu-satunya kepada media atau publik berasal dari polisi. & dpt jadi, publik digiring dgn sekuat tenaga, untuk ‘meyakini’ bahwa benarlah yg membunuh Dietje merupakan Pakde.

Dietje disebutkan dipakai sebagai “Jasa” oleh seorang eks petinggi militer yang terjun ke dunia usaha & utk memuluskan bisnisnya Dietje dipakai oleh sang eks petinggi militer utk menyenangkan menantu org paling berkuasa di Indonesia,  Hasil dari jasa Dietje, sang ‘jenderal’ pengusaha mendapat satu kontrak besar pembangunan sebuah bandar udara modern. Tapi hubungan Dietje berlanjut jauh dgn sang menantu. Ketika perselingkuhan tersebut ‘bocor’ ke keluarga besar, keluar perintah memberi pelajaran kepada Dietje, cuma saja ‘kebablasan’ menjadi suatu pembunuhan. Dietje ditembak di bagian kepala pada suatu malam tatkala mengemudi sendiri mobilnya di jalan keluar kompleks kediamannya di daerah Kalibata. Pak ‘De’ Siradjuddin yang dikenal sebagai guru spiritualnya dikambinghitamkan, ditangkap, dipaksa mengakui sebagai pelaku, diadili dijatuhi hukuman seumur hidup & sempat dipenjara bertahun-tahun lamanya, Sampai akhirnya Pak De mendapat grasi dari Presiden BJ Habibi dmn hukuman Pak De dirubah dari seumur hidup menjadi 20 tahun di tahun 1999.Akhirnya 27 Desember 2000 Pak De dapat meninggalkan hotel prodeo setelah pemerintah memberikan kebebasan bersyarat. Setelah menghirup udara bebas, Pak De lebih sering mengurusi ayam-ayamnya. Tubuhnya telah lama layu. Kumis tebalnya jg telah berwarna kelabu. Kepada setiap org kembali Pak De menyatakan: “Pak De tidak membunuh Ditje”. Pak De dlm kasus pembunuhan tersebut merasa menjadi kambing hitam oleh polisi & Polda Metro Jaya. “Sebenarnya saat itu polisi tahu pembunuhnya,” kata Pak De. Siapakah pelakunya? Pak De menyebut-nyebut sejumlah nama yg saat tersebut dekat dgn kekuasaan. Entahlah, sebab di negeri ini keadilan tdk berlaku bagi rakyat kecil.


5. Kasus Pembunuhan Udin

 udin

Udin merupakan seorang wartawan Harian Bernas di Yogyakarta yang tewas terbunuh oleh seseorang tdk dikenal. Udin yg bernama asli Fuad Muhammad Syafrudin pada selasa malam 13 Agustus 1996 kedatangan seorang tamu misterius yang kemudian menganiyaya dirinya serta pada tgl 16 Agustus 1996 Udin mesti mengembuskan nafas terakhirnya.

Udin tercatat sebagai seorang wartawan yang kritis terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer. Kasus Udin menjadi ramai lantaran Kanit Reserse Polres Bantul, Serka Edy Wuryanto dilaporkan sudah membuang barang bukti dgn membuang sampel darah Udin ke laut serta mengambil buku catatan Udin dengan dalih penyelidikan dan penyidikan.

Kasus Udin menjadi gelap akibat hilangnya beberapa bukti penting dlm pengungkapan kasus kematian sang wartawan serta juga terdapat beberapa org yang dikambing hitamkan atas peristiwa kematian Udin.

Seorang cewe bernama Tri Sumaryani mengaku ditawari dgn imbalan sejumlah uang utk membuat pengakuan bahwa ia & Udin telah melakukan hubungan gelap & suaminya lah yang sudah membunuh Udin.

Lalu Dwi Sumaji alias Iwik  seorang supir dari Dymas Advertising Sleman diculik di perempatan Beran Sleman lalu dibawa ke Hotel Queen of the South Parangtritis & dipaksa oleh Serka Edy Wuryanto yg memiliki nama panggilan Franky agar mengaku sebagai pembunuh Udin, sebelumnya di sebuah losmen bernama Losmen Agung yang juga berada di parangtritis Iwik dicekoki berbotol-botol minuman keras sampai mabuk & disuguhi perempuan penghibur & diberi janji uang, pekerjaan yang layak serta jaminan hidup buat keluarganya dmn sebelumnya ia dijebak oleh Edy Wuryanto dengan dalih pembicaraan bisnis Billboard. Di pengadilan Iwik mencabut seluruh “pengakuan” dirinya dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Polisi karena ia sebagai korban rekayasa serta berada dibawah ancaman tekanan & paksaan oleh Kanit Reserse Polres Bantul Serka Edy Wuryanto.

Komnas HAM mengadakan investigasi lapangan serta menyimpulkan telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia namun tetap saja Iwik dijadikan sebagai tersangka utama oleh Polisi & diajukan ke persidangan, walau penuh teror dari beragam pihak akhirnya Iwik divonis bebas oleh majelis hakim & motif perselingkuhan yang selama ini dihembuskan secara otomatis gugur selain tersebut majelis hakim memerintahkan agar polisi mencari, mengungkap motif, & menangkap pelaku pembunuhan Udin yg sebenarnya.

Dalam kesaksiannya di persidangan Iwik menyatakan bahwa dirinya selain menjadi korban rekayasa & bisnis politik, ia hanya dipaksa menjalankan skenario rekayasa Franki alias Serma Pol Edy Wuryanto dengan alasan utk melindungi kepentingan Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo.

Namun hingga kini para pelaku kejahatan pembunuhan terhadap sang wartawan yg kritis tersebut tdk ada yang ditangkap atau diadili ke meja hukum.


6. Kasus Marsinah

 marsinah

Marsinah hanyalah seorang buruh pabrik serta aktivis buruh yg bekerja pada PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. Ia ditemukan tewas terbunuh pada tgl 8 Mei 1993 di usia 24 tahun. Otopsi dari RSUD Nganjuk serta RSUD Dr Soetomo Surabaya menyimpulkan bahwa Marsinah tewas lantaran penganiayaan berat.

Marsinah adalah salah seorang dari 15 org perwakilan para buruh yg melakukan perundingan dengan pihak perusahaan. Awal dari kasus pemogokan dan unjuk rasa para buruh karyawan CPS bermula dari surat edaran Gubernur Jawa Timur No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dgn resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 serta 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1.700.000 menjadi Rp 2.250.000.

Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh sudah menggelar rapat gelap serta mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo utk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul Sepuluh malam, Marsinah lenyap.

Mulai tgl 6,7,8, keberadaan Marsinah tdk diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.

Pada tgl 30 September 1993 dibentuk tim Bakorstanasda Jatim  utk mengerjakan penyelidikan & penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu ialah Kapolda Jatim dgn & Satgas Kadit Reserse Polda Jatim serta beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim & Den Intel Brawijaya.

Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam & tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS & satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yg kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap org yang diinterogasi dipaksa mengaku sudah membuat skenario & menggelar rapat utk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yg ditangkap.

Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka telah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim utk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.

Secara resmi, Tim Terpadu sudah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yg diduga terlibat pembunuhan itu adalah Anggota TNI.

Hasil penyidikan polisi saat menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dgn motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dgn Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yg lain tersebut dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi & Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah memunculkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini merupakan “direkayasa”.

Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.  Sampai kini kasus Marsinah tetap menjadi misteri dan menjadi sejarah kelam ranah hukum di Indonesia.


7. Kasus Menghilangnya Edy Tansil

 edi tansil

Edy Tansil merupakan seorang pengusaha keturunan yang memiliki nama asli Tan Tjoe Hong/Tan Tju Fuan yang menjadi narapidana dan hrs mendekam selama 20 tahun di penjara Cipinang atas kasus kredit macet Bank Bapindo yang merugikan negara senilai 565 juta dollar (1.5 T rupiah dgn kurs dollar saat itu). Edy Tansil dilaporkan kabur dari penjara pada tanggal 4 Mei 1996 & 20 petugas LP Cipanang dijadikan tersangka karena dianggap membantu Edy Tansil melarikan diri dan sejak tersebut keberadaan dari Edy Tansil seperti raib ditelan bumi.

Sebuah LSM pengawas anti-korupsi bernama Gempita melaporkan bahwa Edy Tansil tengah menjalankan bisnis sebuah perusahaan bir yang mendapat lisensi dari perusahaan bir Jerman bernama Becks Beer Company di kota Pu Tian Provinsi Fujian China.

Di tahun 2007 Tempo interactive melaporkan bahwa tim pemburu koruptor (TPK) berdasarkan temuan dari PPATK menyatakan akan secepatnya memburu Edy Tansil dimana PPATK menemukan bukti bahwa buronan tersebut sudah melakukan transfer uang ke Indonesia satu tahun sebelumnya. Namun sampai kini keberadaan Edy Tansil tetap masih menjadi misteri.

Ada beberapa koruptor yg jg melarikan diri ke luar negri dan hingga kini keberadaan mereka tdk terungkap atau belum tertangkap seperti Adelin Lis, Sjamsul Nursalim, David Nusa Wijaya, Maria Pauline, Djoko S Tjandra, Marimutu Sinivasan, Hendra Rahardja, Sukanto Tanoto dan masih banyak lainnya.


8. Kasus Munir

 munir

Munir sebenarnya akn melanjutkan study S2 di Univeritas Utrecht, Belanda & dalam kronologi kasus pembunuhan aktivis HAM itu disebutkan bahwa menjelang memasuki pintu pesawat, Munir bertemu dengan Polycarpus seorang pilot pesawat Garuda yg sedang tidak bertugas dan Polycarpus menawarkan kepada Munir utk berganti tempat duduk pesawat dimana Munir menempati kursi Polycarpus dikelas bisnis serta Polycarpus menempati kursi Munir dikelas ekonomi.

Sebelum pesawat mengudara, flight attendant (Pramugari) Yetti Susmiarti dibantu Pramugara senior Oedi Irianto membagikan welcome drink kepada para penumpang serta Munir memilih Jus Jeruk.

Pukul 22.05 WIB pesawat lepas landas & 15 menit setelah itu kembali Flight Attendant membagikan makanan serta minuman kepada para penumpang, Munir memilih mi goreng dan kembali memilih jus jeruk sebagai minumannya, setelah mengudara hampir 2 jam pesawat mendarat di bandara Changi Singapura.

Di bandara Changi Munir menghabiskan waktu di sebuah gerai kopi sedangkan seluruh awak pesawat termasuk Polycarpus berangkat menuju hotel menggunakan bus dan perjalanan dari Singapura menuju Belanda seluruh awak pesawatnya berbeda dari perjalanan Jakarta menuju Singapura.

Dalam perjalanan Munir meminta kepada flight attendant Tia Ambarwati segelas teh hangat & Tia pun menyajikan segelas teh hangat yg dituangkan dari teko ke gelas diatas troli dilengkapi gula sachet.

Tiga jam setelah mengudara Munir bolak balik ke toilet, ketika berpapasan dengan Pramugara bernama Bondan, Munir memintanya memanggil Tarmizi seorang dokter yg ia kenal ketika hendak berangkat yang kebetulan juga menuju Belanda, Tarmizi mengerjakan pemeriksaan umum dgn membuka baju Munir. Dia lalu mendapati bahwa nadi di pergelangan tangan Munir sangat lemah. Tarmizi berpendapat Munir mengalami kekurangan cairan akibat muntaber. Munir kembali lagi ke toilet utk muntah dan buang air besar dibantu pramugari & pramugara. Setelah selesai, Munir ke luar sambil batuk-batuk berat. Tarmizi menyuruh pramugari utk mengambilkan kotak obat yang dimiliki pesawat. Kotak pun diterima Tarmizi dalam keadaan tersegel. Setelah dibuka, Tarmizi berpendapat bahwa obat di kotak tersebut sangat minim, terutama untuk kebutuhan Munir: infus, obat sakit perut mulas dan obat muntaber, semuanya ngga ada. Tarmizi pun mengambil obat di tasnya. Dia memberi Munir dua tablet obat diare New Diatabs; satu tablet obat mual & perih kembung, Zantacts serta satu tablet Promag. Tarmizi menyuruh pramugari membuat teh manis dengan tambahan sedikit garam.

Namun, setelah lima menit meminum teh tersebut, Munir kembali ke toilet. Tarmizi menyuntikkan obat anti mual serta muntah, Primperam, kepada Munir sebanyak 5 ml. Hal ini berhasil karena Munir kemudian tertidur selama tiga jam. Setelah terbangun, Munir kembali ke toilet. Kali ini dia agak lama, sekitar 10 menit, ternyata Munir telah terjatuh lemas di toilet.

Dua jam sebelum pesawat mendarat, terlihat keadaan Munir: mulutnya mengeluarkan air yg tidak berbusa serta kedua telapak tangannya membiru. Awak pesawat mengangkat badan Munir, memejamkan matanya & menutupi badan Munir dgn selimut. Ya, Munir meninggal dunia di pesawat, di atas langit Negara Rumania.

Setelah dilakukan penyelidikan termasuk oleh pihak otoritas Belanda ditemukan bahwa didalam badan Munir ditemukan kandungan racun Arsenik sebanyak 460mg didalam lambungnya & 3.1mg/l dalam darahnya.

Namun terdapat keanehan setelah dilakukan otopsi oleh pihak RS Dr Soetomo dimana kandungan arsenik yg ditemukan didalam lambung Munir sedikit ganjil karena seharusnya kandungan arsenik tersebut sudah hancur/melarut.

Ini terkesan mempertegas spekulasi jika kandungan arsenik dalam badan Munir baru dimasukkan ketika jenazahnya telah di Indonesia. Spekulasi ini juga diperkuat dengan permintaan mereka utk menahan lebih lama organ badan Munir. Spontan ini juga menimbulkan indikasi bahwa hal tersebut dilakukan agar organ tubuh Munir dapat dipersiapkan (dimark-up) agar benar-benar akn terkesan keracunan arsenik saat diperiksa oleh pihak lain. Disebutkan jg ciri-ciri korban yg keracunan arsenik, antara lain: ada pembengkakan otak, paru paru yg mengalami kerusakan, mulut keluar darah karna indikasi kerusakan sistem pencernaan. Ketika arsenik masuk kedalam tubuh (dan racun mulai bekerja), biasanya korban mengalami muntaber berat disertai kejang-kejang.

Apapun itu penyebab kematian aktivis HAM itu namun sampai kini tampaknya kasus itu belum tuntas walaupun ada beberapa org yang telah dijatuhi vonis oleh pengadilan namun Suciwati selaku istri Munir tetap merasa gak puas dan meminta pemerintah menuntut secara tuntas kasus kematian suaminya.

Apakah ini tindakan kontra intelijen ataupun sebuah operasi pembunuhan oleh intelijen? gak ada yg mengetahui kejadian sebenarnya kecuali mungkin para pelaku utama pemberi perintah untuk membunuh sang aktivis. Namun yg pasti didalam sebuah kasus pembunuhan terencana harus ada motif dan tujuan dari melenyapkan seseorang, apakah pihak dinas intelijen RI begitu bodoh utk membunuh seseorang yg secara aktif mengkritisi berbagai persoalan HAM di indonesia & jika ia dihilangkan secara paksa pasti mata & tuduhan internasional pasti akan mengarah kepada pemerintah Indonesia, dan pihak militer dan badan intelijennya, atau mungkin ada beberapa pihak yg sudah gelap mata akibat sikap kritis dari Munir yg membuat mereka mengambil keputusan utk menghabisinya, sebuah misteri yang belom terungkap sampai kini.

Jangan Terlalu Sering Ejakulasi Living Room Candidate

Tidak ada komentar:

Posting Komentar